Sabtu, 15 Februari 2014

Filled Under:

Ayyasy bin Abu Rabi'ah (Tidak Ada Rintangan yang Berarti Bagiku untuk Islam).


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


     Namanya adalah Ayyasy bin Abu Rabai'ah bin Mughirah. Ayyasy bin Abu Rabi’ah masih kerabat Nabi SAW. Ketika akan hijrah ke Madinah, ia berencana berangkat bertiga dengan Umar bin Khaththab dan Hisyam bin Ash, dan bertemu di lembah Tanadhub, 6 mil dari Makkah. Tetapi Hisyam dihalangi dan disiksa oleh kaum kafir Quraisy, sehingga mereka hanya berangkat berdua. 

     Setelah beberapa saat tiba di Quba, Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam, yang masih saudara sepupunya datang membawa kabar beita bahwa ibunya bersumpah tidak akan menyisir rambutnya dan menghindari matahari hingga ibunya bertemu dengan anaknya, Ayyasy bin Abu Rabi’ah.

     Namun, tentu saja sebagai sahabat yang baik, Umar bin Al-Khattab mengingatkannya, “Wahai Ayyasy, sepertinya engkau percaya dengan mereka. Demi Allah, mereka hanya ingin engkau kembali agar mereka bisa memalingkanmu dari agamamu. Jika ia temukan kutu di rambutnya, ia pasti akan menyisir rambutnya. Dan jika Mekkah terlalu panas, ia pasti akan berteduh.

     Ayyasy bin Abu Rabi’ah pun mengomentari pembelaan Umar, “Menurutku mereka tidak berbohong karena ibuku mencintaiku lebih dari orang lain. Itulah sebabnya aku akan kembali agar sumpah ibuku tercapai, sekaligus aku akan mengambil hartaku yang kutinggalkan di Mekkah.

     Umar bin Al-Khattab yang melihat Ayyasy bin Abu Rabi’ah percaya dengan tipu muslihat mereka, berkata kepadanya sekaligus ini merupakan peringatan terakhir, “Aku akan memberimu setengah dari hartaku, tetapi janganlah engkau ikut bersamanya.

     Ayyasy bin Abu Rabi’ah yang merasa kebingungan akhirnya memilih untuk kembali agar bisa melihat ibunya dan berniat ingin membawa harta bendanya dari Mekkah. Ia sangat mencintai ibunya sebagaimana ibunya mencintai anaknya. Ia pun berkata kepada Umar bin Al-Khattab, “Aku akan kembali bersama mereka dan aku percayakan urusanku kepada Allah.

     Umar bin Al-Khattab pun menyerah dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi atas pendirian Ayyasy bin Abu Rabi’ah. ia pun memberikan saran, “Jika engkau memutuskan untuk pergi, bawalah unta betina milikku karena larinya cepat. Dan engkau harus tetap berada di belakang mereka. Jika engkau mencurigai apa pun, engkau bisa kabur bersamanya.

     Akhirnya Ayyasy bin Abu Rabi’ah pun mengucapkan kata perpisahan kepada Umar bin Al-Khattab dan kembali ke Mekkah bersama Abu Jahal dan Al-Harits bin Hisyam.

     Mereka bertiga kembali ke Mekkah. Dan seperti yang dikhawatirkan oleh Umar bin Al-Khattab, Abu Jahal dan Al-Harits bin Hisyam memperdaya Ayyasy, tidak lama setelah mereka meninggalkan batas kota Madinah. Abu Jahal berkata, “Wahai keponakanku, demi Allah, untaku ini sudah sangat kepayahan. Maukah engkau memboncengkan aku di punggung untamu?

   “Boleh!!” Kata Ayyasy, tanpa prasangka apapun.

   Kemudian ia menderumkan untanya, dan Abu Jahal naik di belakang Ayyasy. Tetapi seketika itu ia mendekap tubuh Ayyasy dengan erat, dan Hisyam mengeluarkan tali yang telah dipersiapkannya, dan mengikat Ayyasy dengan erat.

     Mengenai ini, Ibnu Ishaq berkata, "Kemudian Umar bin Khaththab dan Ayyasy bin Abu Rabi'ah Al-Makhzumi keluar dari Makkah dan tiba di Madinah."

     Nafi', mantan budak Abdullah bin Umar berkata kepadaku dari Abdullah bin Umar dari ayahnya, Umar bin Khaththab yang berkata, "
Ketika kami ingin hijrah ke Madinah, aku, Ayyasy bin Abu Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash bin Wail As-Sahmi sepakat bertemu di Tanadhub, anak sungai di atas Sarif. Kami berkata, 'Jika salah seorang dari kita besok pagi tidak berada di tempat tersebut, berarti ia tertahan dan hendaklah dua orang lainnya berangkat ke Madinah.' Keesokan harinya, aku dan Ayyasy bin Abu Rabi'ah berada di Tanadhub. Namun, Hisyam bin Al-Ash tidak bisa datang ke tempat tersebut, karena ia disiksa. 

     Ketika kami tiba di Madinah, kami berhenti di Bani Amr bin Auf di Quba'. Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam berangkat ke Madinah untuk menemui Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Ayyasy bin Abu Rabi'ah adalah paman keduanya dan saudara seibu keduanya.


     Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam tiba di Madinah pada saat Rasulullah masih di Mekkah. Keduanya berbicara dengan Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Keduanya berkata kepada Ayyasy bin Abu Rabi'ah, 'Sesungguhnya ibumu bernazar, bahwa sisir tidak menyentuh rambutnya hingga ia melihatmu dan ia tidak akan berteduh dari matahari hingga melihatmu.'

     Mendengar perkataan mereka, Ayyasy bin Abu Rabi'ah terketuk hatinya. Aku (Umar bin Khaththab) berkata kepada Ayyasy, 'Wahai Ayyasy, demi Allah, sesungguhnya orang-orang Quraisy hanya ingin mengeluarkanmu dari agamamu, maka berhati-hatilah terhadap mereka. Demi Allah, jika ibumu terganggu oleh kutu, ia pasti menyisir rambutnya dan jika panas matahari Makkah membara, ia pasti berteduh.'

     Ayyasy bin Abu Rabi'ah berkata, 'Aku akan membersihkan sumpah ibuku. Di sana, aku mempunyai uang dan aku akan mengambilnya.'

     Aku pun berkata kepada Ayyasy bin Abu Rabi'ah, 'Demi Allah, engkau sudah tahu bahwa aku orang Quraisy yang paling kaya. Engkau aku beri separuh hartaku dan sebagai gantinya engkau tidak usah pergi bersama Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam.'

     Ayyasy bin Abu Rabi'ah tidak menuruti saranku dan ia lebih tertarik pulang bersama Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam. Ketika ia memutuskan pulang ke Makkah, aku katakan kepada Ayyasy, 'Jika engkau akan melaksanakan apa yang engkau inginkan, ambillah untaku ini, karena ia unta yang handal dan penurut dan tetaplah berada di atas punggungnya. Jika engkau melihat sesuatu yang mencurigakan pada kaum tersebut, selamatkan dirimu dengan unta ini.' Kemudian Ayyasy bin Abu Rabi'ah pulang ke Makkah bersama Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam.
     Ketika mereka bertiga tiba di salah satu jalan, Abu Jahal bin Hisyam berkata kepada Ayyasy bin Abu Rabi'ah, 'Demi Allah, wahai saudaraku, sungguh saya keliru dalam memilih untaku ini. Ia tidak bisa membawaku, mengejar untamu.' Ayyasy bin Abu Rabi'ah berkat, 'Ya betul.' Kemudian Ayyasy bin Abu Rabi'ah menghentikan untanya. Begitu juga Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam menangkap Ayyasy bin Abu Rabi'ah, kemudian keduanya mengikatnya, membawanya masuk Makkah dan menyiksanya."

     Ibnu Ishaq berkata bahwa sebagian keluarga Ayyasy bin Abu Rabi'ah berkata kepadaku, ketika Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam membawa Ayyasy bin Abu Rabi'ah masuk Makkah, keduanya membawa Ayyasy masuk Makkah dalam keadaan terikat di malam hari. Keduanya berkata, "
Hai orang-orang Makkah, kerjakan seperti inilah terhadap orang-orang yang meninggalkan ajaran nenek moyang di antara kalian, seperti yang kami perbuat terhadapnya."

     Ibnu Ishaq berkata bahwa Nafi' berkata kepadaku dari Abdullah bin Umar dari Umar bin Khattab dalam haditsnya. Umar bin Khaththab berkata, "
Kami pernah katakan. 'Allah tidak menerima keadilan dan taubatnya orang yang berubah haluan karena siksaan, yaitu kaum yang mengenal Allah, kemudian ia kembali kepada kekafiran karena cobaan yang menderanya. Para sahabat mengucapkan ungkapan tersebut untuk diri mereka. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di Madinah, Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang mereka, tentang ucapan kami dan ucapan mereka terhadap diri mereka sendiri,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS:Az-Zumar | Ayat: 53

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
QS:Az-Zumar | Ayat: 54

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,
QS:Az-Zumar | Ayat: 55

     Ayat tersebut turun karena Ayyasy bin Abu Rabi’ah menuruti kemauan mereka untuk kembali murtad. Hal yang sama juga terjadi pada Hisyam bin Ash yang terpaksa murtad karena beratnya siksaan yang ditimpakan kepada mereka. Dan saat itu ada anggapan, orang yang murtad tidak akan diterima lagi taubatnya dan tidak berarti lagi keislamannya. Karena itu keduanya selalu dirundung kesedihan walaupun dalam keadaan bebas bergerak di Makkah.

     Tetapi turunlah ayat di atas yang berisi larangan berputus asa dari Rahmat Allah, bahwa Allah mengampuni semua dosa-dosa.

     Umar mengirim seorang utusan dengan membawa surat kepada dua sahabatnya itu, yang memberitahukan turunnya wahyu Allah tersebut. Kemudian keduanya mengikuti utusan Umar tersebut ke Madinah dengan sembunyi-sembunyi, dan kembali ke pangkuan Islam.

     Umar bin Khaththab berkata, "Surat di atas aku tulis dengan kedua tanganku dalam lembaran, kemudian aku kirimkan kepada Hisyam bin Al-Ash. Hisyam bin Al-Ash berkata, 'Ketika surat tersebut sampai ke tanganku, aku membacanya di Dzi Thawa. Aku segera naik ke Dzi Thawa membawa surat tersebut. Aku baca surat tersebut, namun aku tidak bisa memahaminya, hingga aku berkata, 'Ya Allah, berilah aku pemahaman!' Kemudian Allah Ta'ala memasukkan pemahaman ke dalam hatiku, bahwa ayat tersebut diturunkan tentang kami, apa yang kami katakan untuk diri kami dan apa yang diucapkan tentang kami. Aku segera pergi kepada untaku, duduk di atasnya, kemudian pergi menyusul Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam'."

     Sebagian riwayat menyebutkan, mereka berdua tidak sampai murtad, karena itu mereka diikat dan dipenjarakan di suatu tempat.

     Rasulullah pun bersabda kepada para sahabat, "Siapakah yang bisa membebaskan Ayyasy bin Abu Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash untukku?"

     Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah berkata, "Aku, wahai Rasulullah." Kemudian Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah berangkat ke Makkah dan tiba di sana dengan diam-diam. Ia bertemu seorang wanita yang membawa makanan. Ia berkata kepada wanita tersebut, "Engkau akan pergi ke mana, wahai hamba Allah?"

     Wanita tersebut berkata, "Aku akan pergi kepada dua orang yang sedang ditahan--sambil menyebut nama kedua orang yang ditahan tersebut."

     Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah membuntuti wanita tersebut hingga ia mengetahui tempat dua orang yang ditahan tersebut. Kedua orang tersebut ditahan di rumah yang tidak ada atapnya. Pada sore harinya, Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah memanjat rumah kedua orang yang ditahan tersebut. Ia mengambil kerikil putih dan meletakkannya di bawah tali pengikat keduanya, kemudian ia tebas tali pengikat keduanya dengan pedangnya dan ia berhasil memutusnya. Oleh karena itu, pedangnya dinamakan Dzu Al-Marwah (yang mempunyai kerikil putih).

     Setelah itu , Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah menaikkan Ayyasy bin Abu Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash ke atas untanya. Ia tuntun unta yang membawa keduanya hingga ia terjatuh dan jari-jarinya berdarah. Ia berkata, “Engkau tidak lain adalah jari-jari yang berdarah. Dan engkau berdarah itu di jalan Allah.

     Akhirnya Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah berhasil membawa keduanya tiba di Madinah di tempat Rasulullah. Dan mereka pun mendalami agama mereka dengan penuh kekhusyukan.

     Di masa kekhalifahan Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab, Ayyasy bin Rabi’ah berangkat untuk berjihad di jalan Allah. Ia bersama Al-Harits bin Hisyam yang dahulu pernah menyekap dan memenjarakannya bersama Abu Jahal, tak ketinggalan untuk mengikuti momen yang ditunggu-tunggunya. Seperti orang Qurasiy lainnya, Al-harits bin Hisyam dan Ikrimah bin Abu Jahal ingin menebus dosa-dosa mereka di masa lampau.

     Akhirnya, setelah peperangan yang dahsyat itu selesai dan kemenangan berada di pihak kaum Muslimin, mereka bertiga, Ayyasy bin Abu Rabi’ah, Al-Harits bin Hisya, dan Ikrimah terluka parah. Mereka sangat rindu kepada Rasulullah dan ingin bertemu dengan beliau.

    Seseorang membawakan air kepada Al-Harits bin Hisyam. Ketika air didekatkan ke mulutnya, ia melihat Ikrimah dalam keadaan seperti yang ia alami. "Berikan dulu kepada Ikrimah," kata Al-Harits. Ketika air didekatkan ke mulut Ikrimah, ia melihat Ayyasy bin Rabi’ah menengok kepadanya. "Berikan dulu kepada Ayyasy!" ujarnya. Ketika air minum didekatkan ke mulut Ayyasy, dia telah meninggal. Orang yang memberikan air minum segera kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah, namun keduanya pun telah meninggal pula.

     Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, hingga akhirnya mereka semua mati syahid. Itulah yang terjadi. Mereka rela menderita kehausan sewaktu ruh-ruh mereka melayang. Inilah contoh teladan yang paling indah tentang pengorbanan dan mendahulukan kepentingan orang lain. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga. 





▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

0 komentar:

Copyright @ 2014 Rotibayn.

Design Dan Modifikasi SEO by Pendalaman Tokoh | SEOblogaf